The PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INDUKTIF VERSI HILDA TABA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
Abstract
Kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan utama dalam pembelajaran matematika. Pada pembelajaran konvensional yang sampai sekarang masih dominan dilaksanakan di Indonesia sebagian peserta didik terbiasa melakukan kegiatan belajar berupa menghafal tanpa dibarengi pengembangan kemampuan pemecahan masalah. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat membantu peserta didik berlatih memecahkan masalah adalah model pembelajaran Induktif Versi Hilda Taba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan model pembelajaran Induktif Versi Hilda Taba berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, dan apakah siswa yang mengikuti pembelajaran ini dapat memenuhi ketuntasan belajar , demikian pula apakah kemampuan pemecahan masalah bagi siswa yang mengikuti pembelajaran ini lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah bagi siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, sedangkan instrumen penelitian ini adalah lembar observasi dan tes. Sebagai subjek penelitian ini adalah siswa/I SMP Tamansiswa Medan kelas VIII-A tahun pelajaran 2017/2018. Dalam penelitian ini siswa kelas VIII-A SMP Tamansiswa Medan berjumlah 26 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki – laki dan 14 siswa perempuan. Hasil penelitian penelitian ini dibagi atas III siklus. Hasil observasi proses pembelajaran yang mengalami peningkatan dari siklus I dengan nilai rata-rata 2,24 (kategori sedang) ke siklus II dengan nilai rata-rata 3,23 (kategori baik) dan siklus III 3,55 (kategori sangat baik). Dari analisis tes pra siklus diperoleh 8 dari 26 siswa (30,77%) yang mencapai ketuntasan, dan yang belum mencapai ketuntasan 18 siswa (69,23%). Hasil tes kemampuan pemecahan masalah belajar siswa dari siklus I diperoleh 10 siswa (38,46%) yang mencapai ketuntasan, sementara yang belum tuntas 16 orang (61,54%). Untuk hasil tes kemampuan pemecahan masalah belajar siswa dari siklus II diperoleh 14 siswa (53,85%) yang mencapai ketuntasan, sementara yang belum tuntas 12 orang (46,15%). Sedangkan untuk hasil belajar pada siklus III diperoleh sebanyak 23 siswa (88,46%) yang mencapai ketuntasan, sementara yang belum tuntas sebanyak 3 orang (11,54%). Dengan demikian model ini dapat dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran yang efektif untuk mencapai kemampuan pemecahan masalah dan prestasi belajar siswa secara optimal.